Pemuda adalah harapan bangsa, ditangan mereka masa depan bangsa ditentukan. Keren bray.. Pepatah ini yang mebuktikan betapa besarnya pengaruh para pemuda terhadap bangsanya. Mengapa demikian? Karena generasi muda yang membuat perubahan. Generasi muda yang menciptakan masa depan. Dan tentu bukan dengan tawuran, bukan dengan dugem dan mabuk-mabukan di club tengah malam. Tapi dengan kesadaran sempurna untuk mencerdaskan bangsa walau langkah yang ambil tidak seluas samudera, tidak semegah istana, atau semewah pesawat raja Salman. Walau hanya setipis benang, sesederhana rumah makan padang, tapi membawa dampak yang luar biasa.
Artikel ini membahas salah satu contoh dari pemuda yang kritis atas keadaan yang dianggap menjadi masalah generasi muda saat ini. Dia menjadi wujud pemuda yang melakukan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah ini. Tanpa basa basi, tanpa harus muluk-muluk, walau dengan tindakan yang terlihat sederhana, tapi dia yakin akan dampak yang sangat bermanfaat bagi generasi muda di Indonesia.
Dwiki Ahmad Rizaldy namanya. Ia adalah salah satu mahasiswa Universitas Padjadjaran berusia 22 tahun yang aktif dalam kegiatan organisasi kampus diluar perkuliahan. Di jurusan Ilmu Pemerintahan ia menimba ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan.
Berawal dari keresahan sebagai salah satu mahasiswa yang aktif di kegiatan organisasi kampus, Dwiki melihat fenomena mahasiswa yang semakin apatis terhadap lingkungannya. Bukan hanya dari lingkungan mahasiswa itu sendiri, tetapi juga lingkungan masyarakat luas. Pengabdian kepada masyarakat adalah alasan utama Dwiki untuk tergerak menciptakan sesuatu agar masalah yang terjadi di kalangan mahasiswa dapat teratasi. Menurut Dwiki, masalah yang terjadi dibalik sikap apatis pada mahasiswa ialah karena terlalu terpatok oleh nilai yang riil dan tertulis. Nilai tersebut menjadi tolak ukur utama kemampuan mahasiswa dalam bidangnya masing-masing. Bukan bagaimana ilmu yang mereka pelajari bisa menjadi manfaat bagi masyarakat dan berperan dalam penyelesaian masalah-masalah sosial.
Lalu lahirnya perpustakaan jalanan menjadi wujud dari pemikiran bahwa kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mahasiswa atas dampak yang timbul dari sikap apatis tersebut. Sehingga perpustakaan jalanan hadir dengan segmentasi para siswa SMA yang menjadi latar belakang seorang mahasiswa. Dan budaya menghapal serta terkesan kurang memahami yang tercipta di kegiatan belajar para siswa SMA menjadi salah satu faktor penyebabnya. .
Perpustakaan jalanan
Dengan niat dan tekad yang kuat, Dwiki membuat perpustakaan jalanan dengan sasaran utama siswa SMA. Strateginya adalah dengan menjadikan kegiatan nongkrong lebih bermanfaat. Serta mencoba merubah stigma ‘si kutu buku itu kurang asik’ menjadi ‘asiknya jadi kutu buku’. Walaupun dengan fasilitas dan teknis yang sederhana, perpustakaan jalanan dianggap menjadi senjata yang cocok untuk memerangi sikap apatis dan merubahanya menjadi skeptis terhadap apapun yang menjadi masalah di lingkungan sekitar.
Awalnya, perpustakaan ini direncanakan akan beroperasi tahun 2015. Namun karena kesibukkan Dwiki sebagai mahasiswa dan banyak kendala yang membuatnya menunda perpustakaan ini. Sampai akhirnya di awal 2017 kemarin perpustakaan sudah dibuka. Tentu dalam membuat perpustakaan jalanan bukan tanpa halangan. Mulai dari kurangnya buku dan material lainnya, terbatasnya transportasi, serta seringkali perpustakaan jalanan menjadi sasaran penggusuran karena dianggap mengganggu ketertiban jalan dan program jam malam. Belum lagi tugas Dwiki sebagai mahasiswa dan ditengah padatnya jadwal kuliah membuat perpustakaan ini belum maksimal dan agak terhambat. Namun karena keyakinan Dwiki akan dampak positif yang timbul terhadap kehidupan anak muda di Bandung, ia akan terus memberikan yang terbaik lewat perpustakaan jalanan ini.
Sebenarnya sudah banyak sekali perpustakaan jalanan yang tersebar di daerah Bandung dan masing-masing mempunyai karakteristiknya sendiri lewat materi bacaan dan konten dalam perpustakaannya. Dan dwiki mengambil konsep nongkrong khas anak SMA. Menurutnya dengan konsep seperti ini suasana yang tercipta akan lebih hangat dan terkesan lebih akrab. Ia juga menambahkan program diskusi yang mengangkat materi seperti masalah sosial, agama, sampai sejarah dan budaya.
Inilah yang harus kita apresiasi dalam rangka menjalankan revolusi mental di Indonesia. Apalagi melihat Dwiki sebagai mahasiswa yang mempunyai harapan dan cita-cita besar bagi generasi muda. Dan juga menciptakan budaya membaca bagi para pemuda tanpa harus menghilangkan budaya nongkrong yang sekarang semakin marak. Walau banyak di antara kita yang masih memikirkan diri sendiri dan tidak peduli pada lingkungan tetapi terus menerus mengeluh dan dengan keadaan sok pintar menyalahkan orang lain tanpa bercermin. Bukan menyelesaikan masalah dengan perbuatan, malah saling mencela dan asal men-judge apa yang justru tidak diketahuinya. Dwiki adalah satu contoh pemuda yang mencoba melakukan perbuatan yang nyata walau hanya sederhana.