“Eh, salam dari si itu..” 

“geulis teu? Liat cik Instagramnya..”

Penggalan percakapan diatas mungkin cukup untuk menggambarkan fenomena ajang skill menyekil dewasa ini. Ga cukup cantik, ga aesthetic, dan ga banyak followers mungkin bisa menggugurkan niat si lelaki buat nyekil para perempuan. Iya, emang ga semua laki-laki kaya begitu. Tapi. Setujukah kalian kalau fisik seorang perempuan punya andil yang besar dalam menggambarkan sebuah kata “Cantik?”

Cantik. Mungkin menjadi sebuah titik ukur paling umum untuk kemenarikan seorang wanita. Tidak dapat dipungkiri lagi, hal tersebut seakan menjadi paksaan untuk para wanita agar memoles diri lebih demi mendapatkan pengakuan dari sekitarnya.

Tolak ukur kecantikan seorang wanita sendiri hingga hari ini masih jadi misteri ilahi. Cantik itu dilihat dari hatinya? Who knows hati seorang wanita? Yang katanya bagaikan samudera luas tak berujung. Banyak perempuan yang berlomba lomba menghalalkan berbagai cara untuk merasa cantik secara fisik. Padahal, hal tersebut gak jadi jaminan untuk mendapatkan apapun. Nyari pacar tajir nan setia? Memudahkan pekerjaan? Jadi selebgram dan diendorse sana sini?

Ada yang memilih mengenakan make up tebal tebal. Katanya, biar nutupin flek bekas jerawat dan keliatan lebih tirus. Beberapa tahun kemarin, jagad media sosial digegerkan dengan wanita asal negeri sakura yang diputuskan kekasihnya karena wajah cantik yang selama ini jadi kebanggaan sang kekasih ternyata hanya perpaduan kelihaian pengenaan kosmetik belaka. Nah, kalau udah begitu.. siapa yang harus disalahkan? Perempuan yang-ingin-cantik dan kebetulan jago merias diri? Atau si lelaki yang merasa ditipu karena make up si pacar se-flawless itu?

Bagi saya, make up juga dinilai cukup penting. Pakai eyeliner agar keliatan ga terlalu kucel atau bikin bibir hitam jadi cerah sedikit melalui lipstik. Hal hal tersebut mungkin wajar ya untuk perempuan seusia saya. Tapi sekarang sekarang agak kaget juga, melihat anak anak berseragam putih abu yang jago pakai pensil alis, rambutnya dicat dan di-kriwil kriwil seperti SPG produk rokok, lengkap dengan wewangian parfum yang bikin saya minder sendiri. Subhanallah… apa cuma saya yang dulu sepulang sekolah bau matahari dan nongkrong di kios dengan seragam bau keringat?

Selain make up atau perawatan kulit menengah keatas. Ada juga perempuan perempuan yang memilih untuk melakukan operasi plastik dan suntik sana sini. Tentu, harganya engga murah dan resiko kalau kalau hasilnya gak sesuai dengan ekspetasi juga ga gampang diterima begitu aja. Saya percaya, kalau menjadi cantik merupakan impian semua wanita. Engga sedikit wanita yang mengorbankan banyak hal, mulai dari waktu, rasa sakit hingga kocek demi mengamini hal tersebut. 

Mempunyai pacar yang cantik juga mungkin menjadi kebanggaan sendiri bagi kaum adam. Hal tersebut juga yang bikin perempuan rela melakukan apa saja. Dari berbagai alasan baik, kenapa harus fisik? Walaupun gabisa dipungkiri, namun saya yakin kalau jatuh cinta itu punya kekuatan sendiri untuk membuat si pasangan terlihat dan terasa menarik tanpa dimanipulasi make up, operasi plastik, dan sebagainya.

7 dari 10 teman lelaki yang saya temui memandang kalau fisik itu penting. Tapi, attitude seorang perempuan dan pembawaan merekalah yang punya andil lebih untuk menjadikan mereka cantik seutuhnya. Yakin mau ngenalin ke keluarga perempuan cantik tapi gabisa berlaku sopan depan orangtua?

Jangan takut menjadi engga langsing. Mungkin di negara negara Eropa atau Asia, langsing itu penting. Tapi di Mauritania, semakin besar ukuran tubuh si perempuan, maka semakin tinggi daya tariknya. Ya, negara terbesar kesebelas di Afrika ini punya patokan cantiknya sendiri yang bikin perempuan disana diberi banyak banyak makanan tinggi lemak sedari umur 5 tahun. Bagi mereka, tubuh wanita yang besar mencerminkan kesuburan. Makanya, kalau kita main kesana mungkin ga bakalan ketemu sama tempat tempat penjual pelangsing badan. Kalau mau nyari, coba dicek di kolom komentar IG artis. Barangkali ada yang jual pelangsing, peninggi badan, atau pembesar payudara. 

Saat menyeruput yoghurt kemasan yang saya beli di warung beberapa saat lalu, saya dikagetkan dengan kehadiran kucing betina remaja yang tiba tiba nongkrong di kaki saya. Oh, pintunya ternyata saya biarkan terbuka lebar lebar sedari tadi. Hujan besar yang tak kunjung reda mungkin bikin si kucing ini ingin bermesraan dengan kaki saya. kalau saja saya dihadiahi kekuatan nabi Sulaiman, pasti tulisan ini gak bakalan selesai karena saya asyik berdiskusi dengan si kucing. Apa definisi cantik bagi mereka, Ekor panjang? Meongan seksi? Atau hidung yang pesek? Ah, mungkin bagi mereka kecantikan lawan jenis ga penting-penting amat. Toh, mereka ga punya gadget buat update dan pamer betapa cantiknya gandengan mereka. 

Intinya, menjadi dan merasa cukup cantik merupakan hak semua wanita. Mereka (termasuk saya) punya caranya masing-masing. Engga salah kok jarang mandi dan engga dandan, kalau itu bikin kita nyaman. Engga salah juga kalau beli make up jutaan, operasi plastik, atau perawatan mahal kalau bikin kita ngerasa lebih percaya diri dan bahagia. Yap, pada akhirnya cantik merupakan pilihan. Mau berkorban lebih dan mengikuti stereotype, atau mau menerima diri sendiri dan ngerasa cukup dengan itu?