The Fox and The Thieves


Setelah terbentuk selama satu dasawarsa, The Fox and The Thieves resmi meluncurkan album perdananya pada bulan Maret 2020 ini. Album bertajuk “Hyperdiversity” berhasil melalui proses penggarapan selama 2 tahun, terhitung sejak Mei 2017 hingga Mei 2019. Mengandung 12 lagu andalan pada album pertamanya, 3 diantaranya lahir prematur pada bulan Januari yaitu Manipulator’s March, Pre-cious, dan Vertical Locomotive. Rasa lapar dari tiap personil berhasil ditumpahkan dalam “Hyperdiversity” yang menerapkan keberagaman setiap individu di dalam tubuh The Fox and The Thieves. Beranggotakan AL (Vocal, Bass), Bonky (Gitar), Aldo (Synth), Ibam (Gitar) dan Kevin (Drum) diberi kekuasaan untuk bereksplorasi sehingga mampu mencerminkan karakter yang berbeda-beda di setiap lagunya dan pada akhirnya dibungkus dalam satu karya musik yang solid!
Bagi The Fox and The Thieves, bermain musik adalah tentang terus melaju, menjelajahi berbagai
macam kemungkinan baru dalam bermusik. “Hyperdiversity” merupakan karya yang dihasilkan
oleh frekuensi yang berbeda-beda, mencari kesatuan tanpa harus dipaksakan, mencari keindahan di
keberagaman. Membuktikan bahwa perbedaan dapat disanjung dan menghasilkan sebuah karya
besar hingga dapat disampaikan melalui musik.
Hyperdiversity terdengar akrab jika digunakan sambil berkendara antar kota ataupun mengerjakan hal-hal yang dikejar deadline apalagi ditimpa subtansi pedukung, apalagi “Field of Myth” yang menjadi lagu jagoan saya. Tanpa perlu, me-review dalam segi musikalitas, album ini sangat layak didengarkan oleh siapapun. Seluruh alunan milik band psychedelic asal Bandung ini sudah dapat didengarkan dengan nyaman di berbagai platform digital per 6 Maret 2020. Selamat untuk The Fox and The Thieves atas peluncuran albumnya dan selamat mendengarkan untuk para penikmat!
Instagram: https://www.instagram.com/thievfox/?hl=en
Maio


Ayo bersulang untuk musik segar yang kembali bermunculan dan lagi-lagi berasal dari Bandung! Keberadaan musik subkultur seperti hardcore dan punk tidak akan ada matinya baik dari panggung besar sampai gigs kecil di pinggiran kota. Maio merupakan unit hardcore/punk asal bandung yang baru dibentuk pertengahan tahun 2019 kemarin. Walaupun secara usia masih terbilang sangat muda, namun kematangan rilisan debut anyar ini mungkin bisa menjadi selingan untuk dinikmati saat mendengar band-band seperti OFF!, Motorhead, Torso, Inepsy, Lacherous Gaze, dan Disfear yang disebut menginspirasi dan memengaruhi karya mereka.
Di-punggawai oleh Aziz (Vokal), Martin (Gitar), Kikim (Bass), Abuy (Gitar), dan Wisong (Drum), mereka berupaya untuk memadukan riff-riff gitar ala 80’s punk dengan pukulan drum d-beat, bass yang overdrive dan vokal echo. “Rilisan single pertama ini dirampungkan selama berbulan-bulan sambil mengisi gigs kolektif hingga pada akhirnya memasuki sesi recording di FunHouse Studio dan di mixing serta mastering oleh Alikbal Rustyad di The Pandora Labs yang kemudian melahirkan single “The Justice Trap”.” Jelas mereka.
“The Justice Trap” secara harfiah diterjemahkan sebagai Perangkap Kebenaran. Keseluruhan lagu ini menceritakan tentang menyuarakan kebenaran bukanlah hal yang gampang di negara ini, dan kebenaran ditutupi untuk kepentingan beberapa pihak dan mengkritisi beberapa media massa yang disokong oleh kaum pemerintahan demi mendukung kepentingannya pula.
Gebukan drum khas punk dan riff gitar pada awal lagu langsung membawa pendengar pada suasana yang dituju. Stimulan yang baik untuk didengarkan di pagi hari! Single ini disusun sedemikian rupa dengan berbagai eksplorasi suara yang tidak rumit, namun diharapkan memberikan pengalaman dan energi yang berbeda bila didengarkan.. Sudah hadir dan dapat dinikmati di bandcamp Maio per tanggal 24 Maret 2020 kemarin.
Bandcamp : https://maiopunk.bandcamp.com/releases
Instagram : https://instagram.com/maio_____
Ash-Shur


Ash-Shur yang berarti Sangkakala diambil dari fenomena terkini yang digadang-gadang sebagai tanda akhir zaman. Mereka melabeli musiknya dengan Unit Experimental Gypsy Rock Band. Nuansa musik yang vintage mampu membawa nostalgia ke masa jaya musik gypsy rock era-70an. Ash-Shur merepresentasikan suara ketakutan namun nikmat pada saat yang bersamaan.
Sejak berdiri tahun 2016, formasi 4 personel yaitu Andi William (Guitar, Vocal), Galih Dwi Rizki (Guitar), Daniel Pratama (Bass), dan Gifran Aria (Drums), akhirnya memberanikan diri untuk merilis single debut nya yang berjudul “I See The Tree” pada tanggal 20 Maret 2020.
Memulai proses rekaman pada tahun 2017, namun sempat tertunda dengan berbagai permasalahan duniawai yang menghampiri para personil.“Tidak ada tema yg terlalu mendalam sih, cuman mengcapture pemikiran dan perasaan yg dituangkan pada sebuah nada, kebetulan aja yg ada di pikiran tentang kehidupan (kehidupan dalam pemikiran yg abstrak) searching for meaning or something..intinya ada pengharapan dalam sebuah kehidupan, harapan seperti pohon yang tegak berdiri.” Ungkap mereka menjelaskan rilisan anyar-nya.
Mencoba menerjang rilisan musik yang “gitu-gitu” aja, Ash-Shur dapat menjadi referensi musik renyah nan menenangkan. Ketika musik dimulai rasanya akan dibawa kepada sebuah dimensi musik yang lekat dan mudah dikenali khas-70an namun sentuhan psikedelia menjadi suguhan yang sangat layak untuk didengarkan. I See The Tree sudah dapat dinikmati di berbagai Digital Streaming Platform per tanggal 20 Maret 2020.
Instagram: instagram.com/ashshurband
Bandcamp: https://ash-shur.bandcamp.com/releases