“Kecil atau besar?”, tanya seorang wanita yang masih sibuk dengan urusan pembelian gas tabung besar dari teleponnya di kasir Kedai Kebun (22/5) kemarin. Saya memilih besar karena memang sudah agak lama sejak terakhir kali dulu itu merasakan segarnya bir dingin. Sambil mencari celah untuk berdiam diri, saya melihat beberapa foto yang dipajang dekat kasir. Adalah mas Agung Kurniawan sebagai seorang pengelola Kedai Kebun disana dengan cahaya yang bias di sekitar wajahnya. “Ini kembaliannya”, saya bergegas pergi keatas. Saya mampir ke Kedai Kebun untuk menyaksikan sebuah rangkaian acara dengan tajuk perfomance art. Jarang memang ada sebuah acara dengan tema seperti ini. “Silahkan penonton memasuki ruang yang disediakan, bisa duduk dimana saja karena ini bukan pertunjukan teater kontemporer”, begitulah perkataan yang mengundang tawa kecil ketika mendengar mas Agung Kurniawan berbicara di depan para pengunjung. Sambil menenteng bir, saya langsung menyibak ruang dan memilih sebelah kanan dekat dengan level yang entah untuk apa disediakan di sana. Ada delapan performer yang akan saling adu di beberapa menit kedepan. Happening Now oleh 69PerfomanceClub dimulai!
Dari seluruh bagian acara ada beberapa yang akan saya bahas dalam reportase kali ini. Rangkaian delapan penyaji tersebut antara lain adalah ‘MINUTES TUNES’ oleh mas Rambo Ragil, lalu Dwi Putra dengan judul ‘PACEMAKER’, Hanif Alghifary dengan judul ‘DIPLOMASI’, ‘SURPLUS EXPOSSURE’ dari Riyadhus, ‘UNTITLED’ dari Haryo Utomo dengan proses bekamya, mbak Arsita Iswardhani dengan judul ‘PLAYING KIDS’, ‘EYE CONTACTING MYSELF’ yang dipelopori oleh Abi Rama, dan mas Kunthing dengan ‘HURY HURYM’.
Hanif Alghifary dengan judul ‘DIPLOMASI’ adalah salah satu penampilan yang membuat saya merasakan gairah malam itu. Dengan hanya mengenakan celana pendek hitam dia menaruh setiap paku di lipatan tubuhnya. Visual di belakang adalah hasil dari kamera kecil yang disambungkan pada laptop di depannya. Ada kesulitan fokus yang dialami oleh para pengunjung ketika kamera kecil yang dipakai tidak dapat menghasilkan gambar yang jernih dan jelas titik fokusnya. Tetapi setelah instalasi tubuh itu memulai ritus mengganjal setiap lekuk tubuh dengan paku, barulah kita dapat memakan apa yang disuguhkan.
Ada juga pertunjukan dari mbak Arsita Iswardhani dengan judul ‘PLAYING KIDS’ yang mengaduh bersama para penonton yang diajak ikut bersamanya. Penonton berlari dengan pattern yang dibentuk oleh barang-barang yang disediakan. Barang tersebut adalah mainan anak yang sudah lama tidak ditemui oleh masyarakat modern hari ini. Penonton terlihat wagu dengan keberadaan barang yang ada di tangannya. Penonton yang sebelumnya sudah dipilih lalu dimasukkan pada sebuah kain berbentuk karung lalu diberikan senter untuk mereka berdua yang sebelumnya sudah dipasangkan dengan memperhatikan mereka belum kenal sama sekali. Interaksi lalu berjalan dengan mereka yang menerangi ruang sempit dalam kain sambil bermain dengan barang masing-masing, yang memiliki hubungan paling baik akan paling lama juga berada di dalam sana. Hal menarik dari perfomance mbak Arsita adalah kebudayaan yang ikut bergerak dan dapat dirasakan oleh semua penonton. Keberadaan empiris setiap orang yang hadir bertaut dengan apa yang dihadirkan olehnya baik itu permainan masa kecil, berbincang dengan orang lain, dan masih banyak lagi. Setelah beberapa saat para penonton bermain dengan ruangnya masing-masing, mbak Arsita lalu mengambil mainan, senter, dan kainnya sendiri. Dia lalu masuk kedalam dan bermain, sulit memang jika sendiri.
Mas Zikri dari Forum Lenteng berkata pada sesi wawancara bahwa yang membedakan perfomance art dengan pertunjukan teater adalah peristiwa yang dihadirkan berlangsung saat itu juga dan tidak dalam bentuk directional seperti yang ada pada teater. “Perfomance art itu action”, katanya dan dari sana saya menyadari bahwa menjadi sempurna seperti dalam stuktur penggarapan pertunjukan teater biasanya tidak lah menjadi pilihan utama bagi para pelaku yang terlibat, mereka lebih mengatur bagaimana konsep gagasan untuk ditampilkan dengan segala macam perangkat baik gagasan atau materi yang ada sambil melihat seperti apa kondisi ruang yang sedang ikut bergerak dengan pertunjukan mereka.

