Sederhana, hangat, dan nggak sophisticated. Pipinos hadir di Bandung dengan misi utama menjadi makanan yang ‘menyenangkan’ untuk dimakan, tanpa ribet. “Saat makan produk Pipinos, kita pengen orang bisa merasa dekat dengan satu sama lain, dan dengan yang bikin. Kita pengen orang saat makan, sambil menikmati aja, menikmati feel yang ada saat makan sama orang lain. Pengen orang happy aja pas makan,” ungkap Fiona Ekaristi, co-founder dari Pipinos Bakery.
Pipinos Bakery hadir dari asal usul yang sederhana: Fiona dan pasangannya, Fadli, suka sekali makan. Hobi itu berkembang menjadi kesenangan memasak, dan pada tahun 2017 Fiona mendapat hadiah oven dari adiknya, serta hand mixer dari Fadli. Setelah setahun tidak pernah memakai alatnya karena kesibukan bekerja, akhirnya Fiona dan Fadli mulai bereksperimen membuat cookies, resep yang mereka rasa paling mudah dibuat.
Tak lama kemudian, cookies buatan Fiona dan Fadli mulai terkenal di kalangan teman-temannya setelah mereka bagikan. Walaupun tidak berniat berjualan, banyak yang bertanya soal harga, dan akhirnya dari eksperimen iseng, lahirlah Pipinos Bakery.
Dari dapur kecil apartemennya, akhirnya Fiona dan Fadli mulai berjualan di Foodstep Parahyangan Residence di tahun 2019. Namun, pada 2020 Pipinos memutuskan pindah ke lokasi yang lebih besar di Ranggamalela No. 8, yang hingga kini masih menjadi rumah Pipinos Bakery. Walaupun pada tahun 2020 berbagai usaha cookies mulai bermunculan di tengah pandemi, Pipinos tetap laris manis. Keberanian mereka untuk menggunakan bahan premium tetapi menurunkan harga produknya membuat banyak pelanggan menjadi loyal dan semakin lama, Pipinos semakin dikenal.
Dengan perkembangan Pipinos, mereka memutuskan bahwa cookies saja tidak cukup, dan mereka merasa perlu untuk terus berinovasi. Bagi Fiona dan Fadli yang passionate akan kuliner, mereka semangat menjalankan proses research and development (R&D). Di tengah pandemi, proses R&D Pipinos juga menjadi cara Fiona dan Fadli membawa kuliner luar negeri yang tidak bisa dicicipi ke Bandung.
“Kami bisa mulai R&D tuh dari subuh, jam 3 atau jam 4 gitu, sampai jam 6, sebelum opening,” tutur Fiona soal proses R&D-nya. Walaupun untuk sejumlah orang R&D mungkin terkesan ribet, bagi Fiona dan Fadli, ini salah satu proses yang paling menyenangkan karena menjadi kesempatan untuk bereksplorasi.
Selain proses R&D yang menjadi salah satu highlight menjalankan Pipinos, Fiona juga mengaku bahwa tantangan yang terus didapat dari menjalankan sebuah bakery menjadi hal yang menyenangkan untuknya. “Sebenarnya kami emang orangnya seneng hidup dengan tantangan, jadi mungkin itu yang bikin seru,” cerita Fiona. Bahkan, ketika ditanyakan soal penyesalan yang dihadapi selama menjalani bisnis ini, Fiona mengatakan bahwa penyesalan satu-satunya adalah ‘kenapa nggak mulai dari dulu?’
Membicarakan perjalanannya sendiri untuk membuka Pipinos, Fiona melihat bahwa kini semakin banyak anak muda yang berani berbisnis. Melihat tren terkini, terutama di Kota Bandung, bisnis F&B terlihat akan terus berkembang, namun dengan begitu pastinya akan ada titik jenuh. Fiona melihat bahwa untuk soft cookies sendiri, pasar sudah mulai jenuh – inilah salah satu alasan utama mengapa Pipinos begitu antusias melakukan R&D. Maka, untuk mereka yang berbisnis di industri F&B, penting banget untuk mau berkembang dan bereksplorasi, bukan sekadar bertahan saja.
Berkembang dan bereksplorasi pun bukan sekadar lewat R&D dan mencicipi resep baru. Fiona bercerita bahwa ia dan Fadli kerap mengambil kursus data analytics dan pengolahan data demi memahami cara kerja back office. Ia juga mengaku bahwa sumber daya manusia menjadi sebuah tantangan, karena selama ini Pipinos bergantung pada anak-anak magang, yang menyebabkan turnover karyawan cukup cepat. Walaupun begitu, tujuan Pipinos membuka magang adalah untuk memberi pengalaman baru ke mahasiswa yang ingin terjun ke dunia F&B, sehingga terlepas dari kendalanya, Fiona dan Fadli tetap senang melanjutkan program magang ini.
Berkaca dari pengalaman di Pipinos, Fiona mengatakan bahwa bagi mereka yang ingin terjun atau sudah terjun ke dalam F&B, perlu untuk memperbanyak riset demi mencari celah dalam kebutuhan customer. Dari pengalaman Pipinos, perbedaan seperti menyediakan pilihan untuk membeli greeting card bersama dengan pesanannya saja bisa meningkatkan order secara drastis.
Gimmick-gimmick seperti inilah yang bisa membedakan sebuah bisnis dan menjadi selling point unik. Fiona juga menekankan pentingnya kemampuan networking, karena dengan network yang besar, setiap kali ada hal yang nggak dikuasai, bisa dengan mudah mencari orang yang paham, daripada belajar sendiri. Dengan network, mudah juga untuk bertukar ide dan mencari insight dari sosok mentor – sehingga dari yang awalnya clueless dapat lebih paham soal industrinya.
Melihat ekosistem bisnis di Bandung, sebenarnya fasilitas membuka F&B sangat mudah diperoleh, mulai dari lokasi hingga peralatannya. Namun, yang sulit adalah mempertahankannya. Mulai dari mencari modal, ilmu, dan mentor, pastinya banyak energi dan dana yang harus dikerahkan. Namun, jika sudah punya passion untuk dunia F&B, dan sudah punya keberanian, menurut Fiona langsung nyebur saja. Toh, orang tidak akan bisa belajar berenang tanpa nyebur dulu. Maka, kumpulkan modal, ilmu, mentor, dan keberanian – mungkin satu saat F&B kalian akan berkembang melampaui Pipinos!
Editor: Rajendra Putra Pamungkas