

Apa kesan pertama kalian ketika mendengar kata “sampah”? Ada yang bilang sampah itu menjijikan, tidak punya nilai guna bahkan ada yang menggunakan kata sampah untuk mendeskripsikan kehidupannya. Lain hal dengan Monty Hasan yang melihat nilai guna sampah sebagai solusi lingkungan hidup itu sendiri. Setelah sempat menjadi sukarelawan di organisasi non-profit di Indonesia pada tahun 2014, Monty bertemu dengan pengrajin desa yang membuat tas terbuat dari limbah. Pada saat itu, belum banyak pengusaha topi yang mendukung pemakaian bahan daur ulang dengan memperhatikan aspek pekerjaan yang adil untuk pengrajinnya. Lewat wawancara melalui Email dengan Geoff Weiss selaku direktur regional TOPIKU, mereka menjelaskan alasan dibalik TOPIKU memproduksi topi berbahan dasar plastik daur ulang.
1. What is Topiku?
“Topiku is a California-based social enterprise that works with ethically-employed Indonesian artisans to create premium headwear using upcycled and recycled materials. Through our responsible business practices, we set out to define the idea that trash isn’t just a problem, but it can also be a solution. We sell our own branded hats online, as well as open up our supply chain to help empower other businesses around the world with custom sustainable headwear.”


Pada peluncuran kampanye pertamanya, TOPIKU berhasil mengumpulkan lebih dari $20.000 atau sekitar 284 juta rupiah dari pengikut TOPIKU untuk mendukung praktisi misinya. Beliau menjelaskan menjaga kebersihan planet kita adalah tanggung jawab kita bersama untuk generasi manusia berikutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan bahan pakaian yang ramah lingkungan.
Terbukti dengan betapa buruknya industri “fast fashion” mencemari lingkungan serta kasus eksploitasi sumber daya terbatas dalam beberapa dekade terakhir. Mengutip dari Worldbank.org menjabarkan hasil stastistik dari UNEP dan The Ellen MacArthur Foundation dimana industri fashion bertanggung jawab atas 10% karbon emisi global per tahunnya dengan pengiriman melalui udara dan laut. Banyak dari toko pakaian low-cost menawarkan produk baru setiap minggunya. The Ellen MacArthur Foundation mengestimasi nilai kerugian sekitar $500 juta hilang per tahunnya karena pakaian yang jarang dipakai, tidak disumbangkan, didaur ulang atau berakhir di tempat pembuangan sampah.
2. Why do you choose recycled materials?
“At Topiku we believe in keeping our planet clean for the next generation through responsible garment manufacturing. Over the decades, fast fashion has proved to have a deeply negative impact on our planet, exploiting our limited resources and polluting our water supplies. We know that Topiku alone cannot single-handedly offset nationwide pollution in Indonesia but we hope that through the success of our model, we can show larger corporations that there is a demand for cleaner products, as well as inspire the younger generation of entrepreneurs to explore responsible business practices.”
Proses pemilihan bahan alternatif TOPIKU sangat beragam. Seperti penggunaan kembali ember plastik dari tempat pembuangan akhir sampah untuk akhirnya dijadikan sintong. Kemudian potongan kulit yang dikumpulkan dari bisnis lokal dan dipotong untuk dijadikan tambalan atau tali pengikat. Serta kain daur ulang dari sisa tekstil atau death stock dari produsen garmen. Proses ini memungkinkan TOPIKU untuk tidak memesan kain baru, menghilangkan tahap produksi serat, benang, kain dan pewarnaan yang memakan banyak energi dan air sehingga proses ini dapat mengurangi jejak karbon sebanyak lebih dari 80%.
Tak disangka langkah tersebut merupakan proses yang tidak hanya berdampak baik untuk lingkungan hidup namun juga bagi pengrajin TOPIKU yang memperoleh gaji dua kali lipat upah minimum lokal, salute!
3. How can we help the environment especially in the fashion industry?
“ Every single one of us has the opportunity to fight for the environment whenever we purchase any type of clothing for ourselves. As consumers, we all “vote” for our favorite brands with our dollars. Our purchases define who we are; where our money goes matters. When we purchase from fast fashion, we indirectly communicate to these brands that we are okay with their exploitation of workers and the environment. “
TOPIKU berharap melalui keberhasilan model usahanya dapat meyakinkan perusahaan besar maupun produsen garmen bahwa adanya permintaan akan produk ramah lingkungan dan mengajak mereka untuk kembali mengevaluasi nilai keberlanjutan nan bertanggung jawab. Pada akhirnya pergerakan ini akan menginspirasi pengusaha generasi muda untuk mengeksplorasi praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab.
Di akhir wawancara, Geoff dan tim TOPIKU mengajak seluruh lapisan masyarakat sebagai pembeli atau pengusaha lokal bisnis fashion untuk memikirkan kembali kemana uang kita dihabiskan. Dengan membeli produk fast fashion, secara tidak langsung kita mendukung gerakan eksploitasi pekerja dan sumber daya alam yang mereka lakukan. Ada hal kecil yang dapat kita lakukan untuk menjaga lingkungan dan pengusaha lokal, yaitu dengan menghindari pembelian produk fast fashion dan beralih mendukung pengusaha lokal yang terbuka darimana bahan mereka berasal.
Saat kita memutuskan untuk memulai conscious shopping dan dengan sedikit pencarian informasi, kita akan terkejut dengan apa yang ditemukan saat terbebas dari lingkaran fast fashion.
Instagram: topiku.co